Menu Close

A. Sejarah Perkembangan IAIN Salatiga
1. Pendirian
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga adalah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah naungan Kementerian Agama RI. IAIN Salatiga memiliki tiga lokasi kampus, Kampus I berlokasi di Jalan Tentara Pelajar Nomor 2, Kampus II berlokasi di Jl. Nakula Sadewa VA Nomor 9, Kembang Arum, dan Kampus III di Jalan Lingkar kota Salatiga, Jawa Tengah. Dalam rangka pengembangan kelembagaan ke depan, mulai tahun anggaran 2015 IAIN Salatiga secara bertahap sedang menyiapkan lahan dan membangun gedung perkuliahan terpadu seluas 40 hektar untuk di Dusun Pulutan, kota Salatiga.

Secara historis, IAIN Salatiga merupakan peralihan dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang di Salatiga. Peralihan status tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997, tanggal 21 Maret Tahun 1997. Sebagai perguruan tinggi, lembaga ini memiliki keunikan sejarah, visi dan misi, tujuan, serta jati diri. Demikian pula dalam penyelenggaraan seluruh aktivitas pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi, lembaga ini juga memiliki aturan dan pedoman tersendiri.

Sejak berdirinya sampai saat ini, IAIN Salatiga telah melewati sejarah cukup panjang, dan mengalami beberapa kali perubahan kelembagaan. Pendirian lembaga ini bermula dari cita-cita masyarakat Islam Salatiga untuk memiliki Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu didirikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Nahdlatul Ulama di Salatiga. Lembaga ini menempati gedung milik Yayasan Pesantren Luhur, yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 64 Salatiga, yang berdiri berkat dukungan dari berbagai pihak, khususnya para ulama dan pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Tengah.

Dalam rentang waktu kurang dari setahun, lembaga ini berubah nama yang semula FIP IKIP menjadi Fakultas Tarbiyah. Maksud perubahan tersebut adalah agar lembaga ini dapat dinegerikan bersamaan dengan persiapan berdirinya IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang. Guna memenuhi persyaratan formal, maka dibentuk panitia pendirian yang diketuai oleh ulama kharismatis K.H. Zubair dan sekaligus diangkat sebagai dekannya.

Dalam waktu yang bersamaan dengan proses pendirian IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang, Fakultas Tarbiyah Salatiga diusulkan untuk dinegerikan sebagai cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah dilakukan peninjauan oleh Tim Peninjau yang dibentuk IAIN Sunan Kalijaga, akhirnya pembinaan dan pengawasan Fakultas Tarbiyah Salatiga diserahkan kepada IAIN Walisongo Semarang. Keputusan ini didasarkan pada Surat Menteri Agama c.q. Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Nomor Dd/PTA/3/1364/69 tanggal 31 November 1969.

Ketika IAIN Walisongo Jawa Tengah di Semarang berdiri, Fakultas Tarbiyah Salatiga mendapatkan status negeri, dan menjadi cabang IAIN Walisongo. Penegerian Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 30 tahun 1970 tanggal 16 April 1970.

2. Bergabung dengan IAIN Walisongo
Meskipun telah berstatus negeri dan menjadi cabang IAIN Walisongo sebagai Fakultas Tarbiyah, namun kondisinya tidak berubah dalam waktu singkat untuk bisa sejajar dengan Perguruan Tinggi Negeri yang lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Sarana dan prasarana yang belum memadai, terutama belum tersedianya gedung milik sendiri.
  • Jumlah tenaga profesional edukatif maupun administrasi yang masih kurang.
  • Animo mahasiswa yang masih sedikit.
  • Masyarakat Jawa Tengah banyak yang belum tahu bahwa di Salatiga ada sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri.

Keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga kondisi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Salatiga dapat dikatakan kurang layak untuk disebut sebagai perguruan tinggi negeri, terutama dari segi sarana dan prasarana yang dimilikinya. Oleh karena itu pernah berkembang isu bahwa lembaga ini akan ditutup.

Mengingat kendala pengembangan lembaga ini, maka para pengelola fakultas mencurahkan perhatian dan usahanya untuk menjawab berbagai tantangan yang ada. Jalan satu-satunya yang mesti ditempuh adalah membeli areal tanah kampus, mengingat untuk mengharapkan wakaf dari masyarakat dan meminta kepada pemerintah daerah belum memungkinkan.

Dalam perkembangan selajutnya, ada seorang warga Muhammadiyah Salatiga (H. Asrori Arif) yang menaruh perhatian terhadap keberadaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga. Beliau menawarkan tanah pekarangannya seluas 0,75 ha, yang berlokasi di Jl. Caranggito (sekarang Jl. Tentara Pelajar) lengkap dengan bangunannya yang letaknya cukup strategis untuk penyelenggaraan pendidikan.

Dalam rangka menangkap tawaran tanah dan rencana pengembangan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga, maka bapak Drs. Achmadi mengajukan surat permohonan kepada Menteri Agama RI (bapak H. Alamsyah Ratu Prawiranegara). Surat tersebut bernomor 031/A-a/FT-WS/I/1979, tanggal 24 Januari 1979.

Bapak Drs. Achmadi (sekarang Prof. DR) memohon dukungan pula kepada bapak Moh. Natsir (Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) untuk pengembangan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga tersebut. Bapak Moh. Natsir memberikan respon positif dengan cara mengkomunikasikan rencana bapak Drs. Achmadi kepada Menteri Agama. Dukungan bapak Moh. Natsir pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga sangat terasa bila dibaca dalam surat-suratnya kepada bapak Drs, Achmadi. Misalnya dalam surat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Nomor 274/B/DDII/79 perihal balasan surat tertanggal 29 Rab. Awwal 1399 H/ 26 Februari 1979 dan surat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Nomor 349/B/DDII/79 perihal Rencana Pembelian Tanah tertanggal 20 Ra. Tsani 1399 H/ 19 Maret 1979.

Atas perhatian Menteri Agama RI, maka Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga dapat membeli tanah yang ditawarkan oleh bapak H. Asrori Arif. Gedung pun dibangun dengan menggunakan dana DIP Pusat (tahun anggaran 1980/1981 dan 1981/1982). Di antara dasar pengembangannya adalah Surat Dirjen Bimbaga Islam Nomor E/Dag/BI/2828 tertanggal 10 Agustus 1982.

Tercatat mulai tahun 1982 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga hijrah dari kampus lama ke kampus baru milik sendiri, tepatnya di jalan Caranggito 2 (sekarang berubah menjadi Tentara Pelajar 2). Kampus baru dinilai sebagai jawaban tepat yang bersifat fisik atas tantangan rencana rasionalisasi yang digelindingkan oleh pemerintah pada waktu itu. Kampus baru tersebut dirasakan pula sebagai inspirator optimisme dan antusiasme sebagaimana pesan bapak Moh. Natsir, ”…dalam pada itu sdr. Achmadi sendiri perlu mengusahakan agar IAIN itu sendiri menjadi IAIN yang hidup. Jangan IAIN yang pasif seperti banyak IAIN yang lain. Perlu dinamis dan kreatif. Kalau tidak seperti yang orang lain punya di Salatiga itu”.

Sedikit demi sedikit sarana dan prasarana pendidikan bertambah, antara lain gedung kuliah, perpustakaan, dan kantor sekretariat. Pemerintah Daerah pun tidak mau ketinggalan untuk memberikan bantuan tambahan tanah kampus seluas 3000 m2 dengan cara tukar guling yang waktunya bersamaan dengan pembangunan masjid kampus bantuan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. Secara administratif masjid tersebut milik PEMDA, tetapi secara fungsional menjadi tanggungjawab Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga.

Seiring dengan semakin bertambahnya fasilitas akademik, bertambah pula tenaga edukatif dan mahasiswanya. Jika pada masa dekade pertama Fakultas Tarbiyah Salatiga hanya memiliki 7 (tujuh) orang dosen tetap, pada dekade kedua menjadi 30 (tigapuluh) orang. Fenomena yang hampir sama terjadi pula pada perkembangan jumlah mahasiswa. Pada tahun 1987 tercatat 940 orang. Jika dibanding dengan jumlah mahasiswa tahun 1983, maka peningkatannya sudah lebih dari 300%.

Disimak dari sisi akademis, eksistensi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga juga semakin mantap, sebab mulai tahun akademik 1983/1984 sudah diberi kewenangan menyelenggarakan Program Pendidikan Strata Satu (SI) dengan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Sebelumnya Perguruan Tinggi Agama ini hanya berhak menyelenggarakan Program Pendidikan Sarajana Muda. Disamping itu secara yuridis juga semakin kokoh dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1985 tentang Struktur Organisasi IAIN yang mana Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga termasuk di dalamnya.

Tahun 1987 tampaknya relevan untuk dipahami sebagai awal perkembangan kinerja bagi Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga. Serangkaian peristiwa bersejarah terjadi mengiringi perjalanan waktu ini. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1987 tentang status IAIN/Fakultas merupakan justifikasi yuridis yang amat mengokohkan eksistensi lembaga pendidikan tinggi Islam ini. Pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisogo Salatiga sendiri sebenarnya tengah terjadi pula proses penguatan institusional, baik berupa sarana fisik maupun sumber daya tenaga kependidikannya.

Di atas tanah hasil tukar guling dengan PEMDA didirikan gedung kuliah, laboratorium bahasa, ruang micro teaching dan ruang komputer. Pada tahun 1991 dibangun pula sebuah gedung auditorium yang amat bermakna bagi proses pendidikan. Perkembangan selanjutnya dibangun sarana kegiatan mahasiswa seperti POSKO MENWA, sekretariat RACANA, sekretariat Teater dan Kantor Koperasi Mahasiswa (KOPMA) yang menyatu dengan Pusat kegiatan Mahasiswa (PKM) yang diresmikan pada tahun 1995.

Di celah perkembangan sarana fisik tersebut ada kenyataan historis yag perlu diberi catatan khusus, yaitu peran Badan Koordinasi Orang Tua dan Alumni (BAKOAMI) yang dibentuk pada tahun 1992 diaktanotariskan dengan nama Yayasan Kerjasama Alumni, Orang Tua, dan Mahasiswa (YAKAOMI) yang dipimpin oleh Bapak Jumadi, B.A.

Adapun peningkatan sumber daya insani tampak pada upaya serius lembaga ini dalam mendorong tenaga edukatif dan administrasi untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Pada awal tahun 1997 Fakultas Tarbiyah telah memiliki 44 orang dosen tetap. Dari jumlah itu 1 orang telah bergelar Doktor, 22 orang bergelar Magister, dan 10 orang sedang menyelesaikan program S.2 dalam berbagai bidang keilmuan baik di dalam maupun di luar negeri. Di antara tenaga administrasi ada 2 orang yang sedang menyelesaikan studi program S.1.

Dengan menyimak pada proses perkembangan tersebut, maka Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga sebenarnya tampak semakin mapan secara akademik untuk memberdayakan mahasiswa yang berjumlah 1337 orang.

3. Alih Status Menjadi STAIN
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997, maka secara yuridis mulai tanggal 21 Maret 1997 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Salatiga beralih status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Salatiga. Sesuai dengan keputusan itu, STAIN tetap didudukkan sebagai perguruan tinggi di bawah naungan Departemen Agama Republik Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam disiplin ilmu pengetahuan agama Islam. Sebagai salah satu bentuk satuan Pendidikan Tinggi, STAIN Salatiga masih tetap pula memiliki kedudukan dan fungsi yang sama dengan institut maupun universitas negeri lainnya.

Alih status Fakultas Tarbiyah menjadi STAIN Salatiga telah membawa berbagai peningkatan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Peningkatan fisik meliputi penambahan tanah dan gedung sekretariat. Pada tahun 1997 STAIN Salatiga telah menambah tanah seluas 15.500 meter persegi yang terletak tidak jauh dari kampus sekarang. Kemudian pada Tahun 2001, STAIN Salatiga telah membangun gedung sekretariat berlantai tiga dengan luas bangunan seluruhnya 900 meter persegi, yang dibangun diatas tanah bekas KUA seluas 871 meter persegi.

Sedangkan peningkatan non fisik meliputi peningkatan jumlah dan pendidikan bagi dosen dan pegawai tetap STAIN Salatiga. Hingga tahun 2014, jumlah dosen tetap STAIN Salatiga sebanyak 111 orang. Dari jumlah tersebut 3 orang bergelar Profesor (guru besar), 21 orang bergelar Doktor, 84 orang bergelar Magister, 3 orang bergelar sarjana yang sedang menempuh S2.

4. Alih Status Menjadi IAIN
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga berkembang cukup pesat dari berbagai sisi. Ketua STAIN periode 2006-2010 dan 2010-2014, Dr. Imam Sutomo, M.Ag., memiliki semangat kuat untuk memenuhi criteria agar dapat beralih status menjadi IAIN Salatiga. Ketua STAIN sebagai leading sector menyusun beberapa langkah strategis antara lain mendorong peningkatan jumlah dosen berkualifikasi S3 baik dalam maupun luar negeri; mendorong peningkatan jumlah mahasiswa, mengembangkan cakupan program studi, serta pengadaan tanah yang memenuhi standar institut. Usaha lain adalah studi banding ke beberapa perguruan tinggi lain. Penyelarasan gagasan dilakukan juga dengan mengundang pejabat di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia di Jakarta untuk berkunjung ke Salatiga dan meninjau keberadaan kampus STAIN Salatiga. Usaha yang dilakukan mendapatkan tanggapan dari pemerintah pusat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 143 Tahun 2014 tertanggal 17 Oktober 2014, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga resmi beralih bentuk menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN Salatiga).

B. Pendirian dan Akreditasi Program Pascasarjana (Strata Dua)
Program Pascasarjana (strata dua) IAIN Salatiga didirikan sebagai upaya untuk merespons perkembangan masyarakat yang semakin membutuhkan tenaga-tenaga terdidik yang berorientasi pada keilmuan dan profesional dalam bidang keislaman dan pengajarannya. Perkembangan masyarakat yang berada dalam proses globalisasi-informasi dan hubungan internasional Barat-Timur, menuntut peningkatan peran ilmu dan tenaga profesional dalam bidang ke islaman dan pengajarannya baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Program Pascasarjana IAIN Salatiga dibuka berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI Nomor: Dj.I/818/2010 tanggal 22 November 2010. Program ini diselenggarakan sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab IAIN Salatiga dalam rangka ikut serta meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan keagamaan Islam. Dengan komitmen ini, Program Pascasarjana IAIN Salatiga berusaha melahirkan Magister Pendidikan Agama Islam yang mampu menjadi dosen, guru, penilik dan pengawas, serta peneliti profesional.

Sejak tahun 2013, Program Pascasarjana, Prodi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga telah dipercaya memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) dengan peringkat B berdasarkan SK Nomor 218/SK/BAN-PT/Ak-XI/2013.

Bersamaan dengan alih status menjadi institut, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4512 Tahun 2015, Program Pascasarjana IAIN Salatiga dipercaya menyelenggarakan dua program studi baru, yaitu Ilmu Pendidikan Dasar Islam dan Ekonomi Syariah.

Berdasarkan pada peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi maka Program Pascasarsjana(S-2) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga mulai tahun akademik 2014/2015 menyelenggarakan pendidikan sistem pembelajaran tahun berdasar pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.